Perspektif sesama dalam tradisi Waura Watu Pawihi masyarakat Sumba (perbandingan kritis atas pandangan jean paul sartre tentang orang lain)

Authors

  • Benyamin B. Tamo

DOI:

https://doi.org/10.55904/histeria.v2i1.552

Keywords:

Orang Sumba, Tradisi Waura Watu Pawihi, Persaudaraan, Hidup Harmoni, Terlihat Subjek, Sartre, Merusak Kebebasan

Abstract

Manusia pada dasarnya bersifat sosial. Manusia selalu hidup dengan orang lain dalam interaksi sosial. Hal ini dapat membentuk apa yang disebut persaudaraan. Hubungan persaudaraan ini tidak lagi memandang orang lain sebagai lawan, tetapi kehadiran orang lain menegaskan kesadaran akan pentingnya kebersamaan. Persaudaraan mencakup semua kebajikan seperti solidaritas, kebersamaan, kerukunan, dan persahabatan. Masyarakat Sumba memaknai kebersamaan dalam tradisi Waura Watu Pawihi sebagai satu kesatuan tubuh yang saling menguatkan dan menopang. Tradisi Waura Watu Pawihi lebih mengungkapkan makna persaudaraan masyarakat Sumba. Dalam tradisi ini, setiap orang Sumba tidak mengalami depersonalisasi tetapi tetap memiliki peran atau kontribusi terhadapnya. Tradisi Waura Watu Pawihi adalah kesadaran akan setiap orang membutuhkan orang lain. Tradisi ini merupakan tradisi yang selalu sarat akan makna “hubungan persaudaraan yang mendalam” karena tradisi ini mencerminkan sebuah visi budaya manusia sederhana untuk memaknai makna hidup bersama, sehingga manusia dapat lebih mengenal sesama dan mencintai sesamanya. tetangga. Oleh karena itu, tradisi cinta kasih ini akan membangun kehidupan yang harmonis. Hal ini berbeda dengan Sartre yang melihat orang lain sebagai sumber neraka bagi dirinya sendiri. Orang lain menjadi neraka bagi Sartre karena orang lain dipandang sebagai subyek yang merenggut atau menghancurkan kebebasannya.

Downloads

Published

2023-01-25